MEKAH -
Ketua kloter dan ketua rombongan dari masing-masing embarkasi, Senin (29/9)
melakukan pengecekan ke maktab di Arofah dan Mina. Untuk jemaah calon haji
(JCH) reguler, jarak dari maktab ke tempat melontar jumrah paling dekat 3,5 km.
"Aku
cek pake GPS 3,8 km. Kita (Kloter 6 Palembang) dapat di maktab nomor 51,
lumayan dekat dengan jalan mobil. Dan juga dekat dengan wc/toilet," ungkap
Ketua Kloter 6 Palembang, HM Zakka Hery, kepada Sumatera Ekspres.
Untuk JCH
yang sudah uzur atau risiko tinggi (risti), Zakka mengimbau diwakili saja
melontar jumrahnya jika merasa tak sanggup napak tilas. "Hukumnya wajib,
bisa diwakili. Tapi baru bisa melepas umrah, jika yang mewakilinya selesai
melempar jumrah dan tahalul," jelasnya.
Di maktab
Arofah, lanjut Zakka, kloter 6 Palembang mendapat jatah 45 tenda. Satu tenda
ukurannya 4x4 meter, cukup untuk 10 orang JCH. "Kalau di maktab Mina, kita
dapat 9 blok. Per blok berisi 50 tenda, satu tenda juga untuk 10 orang. Jadi pas
450 JCH, untuk kloter 6 Palembang," terangnya.
Untuk
maktab JCH reguler, masih dilakukan pemasangan. Lain halnya dengan maktab
jemaah haji khusus, tendanya permanen. Zakka mengingatkan, JCH akan berangkat
ke Padang Arafah pada 2 Oktober 2014. Besoknya (3 Oktober) mulai wukuf, memakai
ihram.
"Maka
berlakulah semua larangan berihram. Baru buka ihram setelah tahalul,"
tegasnya.
Ketua
rombongan 8 Kloter 6 Palembang, HM Isa Sakum, menambahkan biasanya pemerintah
Arab Saudi mengelompokkan maktab berdasarkan asal negara dan benuanya.
"Indonesia biasanya dekat dengan asia tenggara dan lainnya, paling dekat
3,5 km untuk JCH reguler. Tidak satu wilayah dengan afrika dan lainnya,"
jelasnya.
Namun,
jaraknya bisa lebih dari 3,5 km, jika sampai ada yang rutenya melintasi dua
terowongan Mina. "3,5 Km itu perginya saja, belum pulangnya. Kalau
perginya enak jalan berupa turunan, kalau pulangnya ya menanjak. Belum lagi
nanti bakal rame, jadi yang merasa tidak mampu diwakili saja melontar
jumrahnya. Hukumnya wajib, bukan rukun," imbuhnya.
Sebelumnya,
pemandu city tour Mekah, ustadz M Badrus Soleh, mengatakan pada tahun 2000-an
terjadi insiden terowongan Mina. Lebih dari 1.000 jemaah meninggal dunia akibat
berdesakan dan terinjak, 500-an di antaranya jemaah Indonesia.
"Presiden
RI Soeharto kemudian memberi masukan agar pemerintah Arab Saudi membuat
terowongan lagi. Maka dibangunlah terowongan Mina yang baru," jelasnya.
Jadi
sekarang jalur pulang dan pergi melintasi terowongan Mina sudah pisah, saat
melempar jumrah. "Maktab wukuf di Padang Arafah, sejak 20 tahun lalu sudah
ditanami pohon. Namanya pohon hajar aswin, tapi orang sini menyebutnya pohon
Pak Karno (Soekarno). Sebenarnya pohon itu penanamannya oleh Gubernur DKI Ali
Sakidin. Tapi orang Arab Saudi taunya Indonesia, dengan Presiden Soekarno. Jadi
disebutnya pohon Pak Karno, karena dari Indonesia," urainya.